Jumat, Mei 12, 2006

Men are from Mars Women are from Venus

DAHULU kala, orang Mars berjumpa dengan orang Venus. Mereka lalu jatuh cinta dan menjalin hubungan yang membahagiakan karena mereka saling menghormati dan menerima perbedaan-perbedaan antar mereka. Kemudian mereka tiba di Bumi dan mulai menderita amnesia. Mereka lupa bahwa mereka berasal dari planet yang belainan.

Begitu John Gray berkisah dalam serial bukunya yang cukup populer: Men are from Mars Women are from Venus. Sejak awal, kata Gray, pria dan wanita memang memiliki akar yang berbeda, sehingga memiliki sifat-sifat yang, tidak saja berlainan, tetapi juga sering bertolak belakang, khususnya berkaitan dengan perilaku mereka dalam berkomunikasi dan menjalin relasi.

Adanya perbedaan-perbedaan tersebut, repotnya, jarang dipahami oleh para pria dan wanita dan kerap menimbulkan konsekwensi yang tidak menyenangkan bagi hubungan antar mereka. Yaitu sering terjadi penangkapan maksud yang tidak tepat, alias salah paham, yang bisa berujung pada terjadinya perselisihan dan pertengkaran, bahkan perpisahan. Oleh karenanya, Gray menekankan agar kita perlu untuk memahami perilaku dan sifat-sifat dari pasangan masing-masing agar dapat menjaga keutuhan cinta dan keharmonisan hubungan.

Pria diibaratkan sebagai orang Mars, planetnya si Dewa Perang. Maka nilai-nilai kehidupan yang mereka anut pun tidak jauh dari itu. Pria menghargai kekuasaan, keterampilan, efisiensi dan prestasi. Mereka senantiasa melakukan apapun untuk membuktikan diri dan mengembangkan kemampuan serta keterampilan mereka. Harga diri dirumuskan melalui kemampuan mereka dalam mencapai hasil-hasil. Mereka mengalami kepuasan terutama melalui sukses dan prestasi.

Maka jangan heran bila pria cenderung tidak suka dikoreksi atau diberitahu apa yang harus dilakukannya. Itu akan sangat melukai harga dirinya. Menawarkan nasihat yang tidak diminta kepada seorang pria berarti menganggap ia tidak tahu apa yang harus dilakukan, atau bahwa ia tak dapat melakukannya sendiri.

Ini berbeda dengan wanita, si orang Venus, planetnya Dewi Kecantikan. Kehidupan mereka selalu dipenuhi dengan penghargaan atas cinta, komunikasi dan hubungan. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk memberi dukungan, menolong dan saling melayani. Makna diri mereka ditentukan melalui perasaan dan mutu hubungan-hubungan mereka. Mereka mengalami kepuasan karena berbagi dan berhubungan.

Makanya tak aneh bila wanita lebih senang berkumpul, membangun kebersamaan, bermasyarakat dan bekerjasama penuh cinta. Hubungan-hubungan itu dianggap lebih penting dari pada pekerjaan dan teknologi. Komunikasi merupakan kebutuhan utama. Berbagi perasaan pribadi jauh lebih penting daripada mencapai sasaran-sasaran dan keberhasilan. Berbicara dan berhubungan satu dengan yang lain merupakan sumber rasa puas yang luar biasa.

Perbedaan-perbedaan sifat tersebut kerap merepotkan. Misalnya, karena kebiasaan di Mars yang menjunjung tinggi efisiensi, para pria secara naluriah menawarkan pemecahan masalah apabila wanita membicarakan kesulitan-kesulitannya. Bila wanita membagi perasaan-perasaan kecewanya atau membicarakan kesulitan-kesulitannya, secara keliru pria menganggap wanita sedang mencari nasihat ahli. Maka si pria menjalankan perannya sebagai pemecah masalah dan mulai memberi nasihat. Inilah cara mereka memperlihatkan cinta dan usaha untuk menolong.

Ia ingin menolong si wanita supaya dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitannya. Si pria ingin dirinya bermanfaat bagi si wanita. Pria merasa ia dapat dihargai dan kemudian layak mendapatkan cinta si wanita bila kemampuan-kemampuannya digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah si wanita. Gray mengistilahkan pria sebagai: Tuan Pemberes Masalah.

Padahal sang wanita tidak membutuhkan itu. Bercerita, berbagi perasaan adalah sesuatu yang biasa dilakukan orang-orang Venus. Dan itu tidak dilakukannnya untuk mencari pemecahan masalah, tetapi lebih kepada mencari dukungan. Yang dibutuhkan si wanita adalah seseorang yang dapat mendengarkan keluh kesahnya secara empati dan penuh minat. Dan bisa ditebak, si pria akhirnya kecewa dan terpukul karena pemecahan-pemecahan yang ditawarkannya tidak membuat si wanita lebih baik.

Begitupun dengan wanita. Orang-orang Venus dikenal sangat intuitif. Memberi nasihat dan saran-saran merupakan tanda kasih sayang. Naluri mereka ialah ingin memperbaiki segala sesuatu. Apabila mereka menaruh perhatian kepada seseorang, dengan leluasa mereka menunjukkan apa yang dapat diperbaiki dan menyarankan bagaimana melakukannya. Menawarkan nasihat dan kritik secara membangun merupakan tindakan cinta kasih. Gray menyebut wanita sebagai: Panitia Perbaikan Rumah.

Maka ketika seorang wanita bertemu dengan pria yang menjadi pasangannya, ia akan selalu mencoba untuk memberi nasihat untuk memperbaiki apa-apa yang dirasakannya kurang. Dan ini kerap tidak diterima oleh si pria. Orang-orang Mars menangkap nasihat sebagai ungkapan bahwa dirinya adalah sesuatu yang rusak dan tidak baik, sehingga harus dibetulkan. Sesuatu yang memukul perasaan dan harga dirinya.

Bila mendapatkan masalah atau kekecewaan, pria biasanya berhenti berbicara. Ia membutuhkan waktu dan tempat untuk menyendiri, istilah Gray masuk gua, sampai dia mendapatkan alternatif-alternatif pemecahan masalahnya. Wanita, sering merasa bersalah dan diabaikan ketika pria berlaku demikian. Dia ingin membantu, berbagi rasa, tetapi si pria tidak menyukainya.

Sementara wanita sebaliknya. Dia akan mencari teman bicara yang dapat mendengarkan keluh-kesahnya yang kemudian dapat membuat dirinya merasa lebih nyaman. Parahnya lagi, teryata para pria dan wanita memiliki bahasa yang berbeda. Tepatnya, meski kata yang bisa diungkapkan persis sama namun memiliki pengertian yang jauh berbeda. Untuk dapat mengungkapkan perasaan-perasaannya secara utuh, wanita menggunakan berbagai macam superlatif, metafor dan generalisasi. Sementara pria biasanya memahami kata-kata itu secara harfiah, sehingga akan menanggapi dengan cara yang tidak mendukung.

Hal-hal seperti ini kerap menimbulkan ketidak enakan dalam hubungan pria-wanita. Padahal bila masing-masing memahami apa yang terjadi, hal tersebut sangat bisa dihindarkan.

Gray juga mengatakan bahwa pria memiliki sifat unik, yaitu itu seperti karet gelang. Secara berkala dia akan merasa perlu menarik diri sebelum dapat lebih mendekat. Hal itu dapat terjadi sama sekali tanpa alasan. Itu sudah menjadi daur alami para pria.

Pria menarik diri untuk memuaskan kebutuhan akan kebebasan atau otonomi. Setelah mulur, secara tiba-tiba ia akan berbalik kembali dengan cinta dan kehangatan yang sama tingkatannya dengan jarak ketika dia menarik diri.

Sementara wanita seperti gelombang. Harga diri wanita naik-turun seperti gelombang. Saat mereka senang, ia akan mencapai puncak, tapi suasana hatinya bisa berubah dengan tiba-tiba dan gelombangnya akan terhempas turun. Sebuah penurunan yang bersifat sementara, karena setelah mencapai dasar, tiba-tiba suasana hatinya berubah lagi dan ia kembali merasa senang akan dirinya.

Saat gelombang naik, wanita merasa mempunyai cinta yang melimpah untuk diberikan. Tetapi bila gelombang turun, ia merasa kosong hatinya dan harus diisi dengan cinta. Begitu terus. Konon siklus tersebut berlangsung selama 28 harian, atau mengikuti siklus menstruasi.

Perselisihan dapat terjadi ketika si wanita tidak memahami kenapa tiba-tiba si pria menarik diri. Pun terjadi ketika si pria merasa tak dihargai ketika tak mendapat respon yang diinginkan dari si wanita yang sedang berada dalam dasar gelombang. Masing-masing merasa bersalah dan menganggap merekalah penyebab terjadinya hal tersebut. Padahal, kata Gray, kondisi-kondisi tersebut sangat alami, dan tidak selalu disebabkan oleh perilaku pasangan masing-masing, sehinggat tidak perlu ada prasangka yang berlebihan yang bahkan akan menambah keruh suasana.

Gray juga mengatakan ada dua belas jenis cinta yang diperlukan pria dan wanita. Masing-masing memiliki enam yang primer. Wanita memerlukan jenis cinta berupa: perhatian, pengertian, hormat, kesetiaan, penegasan dan jaminan. Sementara pria membutuhkan: kepercayaan, penerimaan, penghargaan, kekaguman, persetujuan dan dorongan.

Tanpa kesadaran mengenai apa yang penting bagi lawa jenisna, pria daan wanita tidak tahu seberapa jauh mereka melukai pasangannya. Pria dan wanita terutama terluka bila tidak memperoleh jenis cinta primer yang mereka butuhkan. Gray mengatakan, umumnya wanita tidak menyadari cara-cara komunikasi mereka tidak mendukung dan menyakitkan hati pria. Mungkin ia mencoba peka terhadap perasaan-perasaan pria, tetapi karena kebutuhan cinta primer pria berbeda dengan wanita, si wanita tidak bisa mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan pria secara naluri.

Para pria selalu membayangkan diri sebagai seorang ksatria berbaju zirah berkilauan yang ingin berhasil dalam melayani dan melindungi wanita yang dicintainya. Bila merasa dipercaya ia sanggup memperlihatkan bagian luhur dari dirinya. Ia jadi penuh perhatian. Tetapi bila tidak merasa dipercaya, ia kehilangan sebagian tenaga dan gairah hidupnya, dan setelah beberapa waktu ia berhenti menyayangi.

Pria juga mesti tahu bahwa wanita tidak biasa meminta dukungan. Di Venus, semboyan mereka adalah "Cinta berarti tak pernah memnta!" Wanita menganggap bila pasangannya mencintainya, ia akan menawarkan dukungannya tanpa diminta. Tetapi pria banyak yang tidak menyadarinya. Karena di Mars, apabila anda menginginkan dukungan, anda harus memintanya. Kaum pria tidak secra naluriah terdorong untuk menawarkan dukungan, mereka harus diminta.

Namun untuk meminta dukungan dari si pria, si wanita juga harus berhati-hati jangan sampai menggunakan cara-cara yang keliru yang dapat mematahkan semangatnya. Contohnya adalah, jangan terkesan menuntut, karena bila itu dilakukan, betapapun manisnya si wanita merumuskan permintaan itu, yang didengar oleh si pria adalah kesan bahwa ia kurang memberi. Si pria akan cenderung semakin mengurangi pemberiannya, sampai si wanita menghargai apa yang terlah diberikannya.

Demikianlah, begitu besar spektrum perbedaan antara pria dan wanita yang dapat mempengaruhi keharmonisan sebuah hubungan. Pertengkaran dan perpisahan pasangan, kata Gray, seringkali bukan dikarenakan susutnya rasa cinta, tetapi banyak disebabkan oleh kegagalan mereka untuk saling memahami. Maka lain kali jika anda merasa kecewa dengan lawan jenis anda, Gray berpesan, ingatlah bahwa pria berasal dari Mars dan wanita dari Venus!

(Sayang, maafkan aku, baru sekarang mengerti segala kecemasan-kecemasanmu, kemarahan-kemarahanmu, keinginan-kinginanmu, harapan-harapanmu --semua rasa cintamu, yang kau sampaikan lewat isyarat-isyarat Venusmu itu. Maafkan aku yang gagal memahaminya saat itu.)

Kamis, April 20, 2006

K e m b a l i


SUDAH lebih empat bulan (sampai dua hari kemarin), blog ini tidak saya update -- bahkan sangat jarang saya kunjungi. Banyak hal yang menghalagi saya online: kesibukan, hilangnya mood hingga sulitnya mengakses internet di tempatku sekarang ini. Untunglah akhirnya semuanya bisa mulai terlampaui. Dan kini saya kembali, mudah-mudahan untuk seterusnya.

Selama empat bulan, tentu saja banyak perubahan yang terjadi. Yang paling terasa adalah kepindahanku ke tempat tugas baru. Setelah tiga tahun lebih bertugas kantor yang terletak di Bandung kota, kini saya berpindah ke daerah, tepatnya ke Rajamandala, sebuah distrik di sebelah barat Bandung kabupaten. Bila sebelumnya saya harus berkutat dengan masalah-masalah administratif di kantor (meski sekali-sekali ke lapangan juga), kini saya lebih bertanggungjawab dalam hal pengelolaan teritorial, yang harus menghadapi langsung problematika ril di lapangan. Sebuah tugas yang, tentu saja tidak makin ringan.

Pindah ke daerah, membawa saya ke kenyataan-kenyataan baru. Dari tempat tinggal, cakupan kerja, rekan sejawat, suasana kerja, kebiasaan dan hal-hal lain, yang harus mulai saya adaptasi kembali. Dan ini, tidak selalu mudah, apalagi bagi saya yang sebenarnya cenderung introvert. Banyak hal lucu juga terjadi. Misalnya, dalam jabatan sekarang, maka saya termasuk ”pejabat publik”. Karenanya saya harus sering berhadapan dengan banyak orang, terutama mereka yang memiliki keperluan berkaitan dengan kehutanan. Banyak yang kecele, karena tidak mengira yang mereka cari ada di depan matanya. ”Kok masih muda?”, begitu biasanya mereka bertanya, seakan tak percaya.

Hal tersebut juga membuat saya harus lebih berhati-hati. Harus lebih pandai menjaga sikap dan perilaku. Karena apa saya lakukan, kini, bisa menjadi perhatian banyak orang. Ini yang cukup merepotkan, karena saya sudah terbiasa hidup di kota, dimana setiap orang bak mahluk-mahluk tak beridentitas yang datang dan pergi setiap hari.

Tetapi saya juga menghadapi kesenangan-kesenangan baru. Misalnya, karena tidak terikat oleh batasan waktu kerja yang relatif ketat, kini saya lebih banyak memiliki waktu, yang sebenarnya memberikan saya untuk lebih berkreatifitas (sayang saya lebih sering malesnya). Suasana kerja pun lebih terasa informal. Tak banyak basa-basi. Sebuah hal yang sangat saya nikmati. Dan yang paling penting adalah: ada seseorang yang manis tiba-tiba hadir di kehidupanku (meski beberapa hari ini lagi ngambek).

Begitulah hidup, selalu berganti. Ada yang menyenangkan, ada yang menyebalkan. Ada yang hilang, ada yang datang. Ada yang bertambah, ada pula yang berkurang.

Semoga saja saya dapat menjalani semuanya dengan baik.

Selasa, Desember 06, 2005

Blog Sunda

Pernah ada seseorang bertanya, di shoutbox, apakah anda punya blog sunda? Saya jawab belum, mungkin ke depan.

Seseorang tersebut pantas bertanya demikian, karena memang saya kerap menyajikan masalah-masalah kesundaan di blog ini. Beliau barangkali penasaran, apakah saya -- yang sok Sunda ini, juga mempraktekan ide-idenya dalam sebuah karya --tak hanya omong?

Jujur saja, pertanyaan itu agak menyentak saya. Lama saya berfikir. Beliau benar. Saya tak bisa hanya menulis kesundaan, dengan bahasa yang bukan Sunda. Saya harus juga mulai menulis dalam bahasa Sunda.

Dan, anda tahu? ternyata tak mudah. Bahasa Sunda ternyata memiliki rasanya sendiri, ketika dituangkan dalam tulisan. Rasa yang kadang tak dapat saya raih, karena alur pikir saya tetap dalam bahasa Indonesia. Begitu memang kita diajari sejak semula. Sering, alih-alih menulis, yang terjadi malah "menerjemahkan". Menerjemahkan alur fikir bahasa Indonesia kita ke dalam alur fikir sunda. Yang sebenarnya tak sama.

Sebenarnya cukup aneh juga. Bahasa yang kita gunakan sehari-hari, tetapi kok susah ketika diterjemahkan ke dalam tulisan?

Tetapi baiklah. Kita perlu belajar bukan? Dan ini dia: carita sunda kang avid

Rabu, November 09, 2005

Saat Tuk Memutuskan

DI sebuah milis, beberapa tahun yang lalu, ada sebuah posting menarik. Judulnya, Cinta dan Perkawinan menurut Plato. Ceritanya kira-kira begini.

Syahdan, suatu ketika Plato muda mendatangi gurunya dan bertanya, "Guru, ceritakan padaku mengenai hakikat percintaan!" Sang guru tersenyum, dan dengan penuh kearifan dia balik bertanya, "Jadi kau ingin mengenal cinta, Anakku?" Plato mengangguk pelan. "Baiklah," sambut sang bijak. "Pergilah kau ke hutan itu, dan ambilkan aku sebuah ranting -- hanya sebuah ranting -- yang kau anggap paling menakjubkan!" katanya. "Tapi ingat, kau hanya boleh berjalan lurus searah dan tidak boleh berbalik."

Tanpa banyak bertanya, Plato pun kemudian melaksanakan sesuai perintah gurunya. Selang berapa lama ia sudah kembali. "Apa yang kau dapat, Ananda?" periksa sang bijak. "Tak ada, Guru, saya tak membawa satu pun" jawab Plato murung. Sang Guru heran. "Mengapa, tak adakah ranting yang menakjubkanmu di sana?" selidiknya. Plato mengggeleng. "Ketika masuk hutan tadi, banyak sekali ranting yang indah dan menakjubkan, Guru. Saya hampir mengambilnya satu. Tetapi saya teringat pesan Guru, bahwa yang harus diambil adalah yang paling indah, maka saya memutuskan mencari lagi barangkali ada yang lebih bagus di depan sana. Demikian terus, hingga kemudian saya sadar ternyata sudah berada di ujung hutan, dan belum membawa satu pun" kenangnya lirih. Sang Guru tertawa, "Itulah perumpamaan Cinta, anakku."

Plato terdiam. Dia belum menangkap apa yang dimaksudkan sang Guru. "Lalu apa bedanya dengan perkawinan?" Plato bertanya lagi. Dia memang murid yang tak mudah menyerah, dan sang guru sangat menyadari itu. "Jika kau ingin tahu tentang perkawinan, Anakku, pergilah kau ke taman itu dan bawakan padaku satu bunga yang menurutmu paling indah. Dan tetap, kau tidak boleh berbalik!" titahnya jelas.

Plato kemudian berlari memenuhi perintah. Tak berapa lama dia sudah kembali dengan sekuntum bunga merah di tangannya. "Aku mendapatkannya, Guru," teriaknya riang. "Ini sebuah bunga yang sangat indah." Tapi sang Guru tak tampak gembira. Dia bahkan seakan meragukan pilihan sang murid. "O ya, tapi apakah kau yakin itu yang terindah di seluruh taman?" tanyanya. Plato kembali terdiam. Dia termenung beberapa saat. "Mungkin tidak, Guru," jawabnya sejurus kemudian. "Saya yakin di depan sana masih banyak bunga yang lebih indah dari ini. Tapi pengalaman di hutan tadi mengajarkan saya untuk cepat memutuskan. Saya tak ingin kembali dengan tangan hampa seperti tadi. Maka ketika ada satu bunga yang saya anggap cukup bagus, minimal tidak terlalu jelek, langsung saya mengambilnya. Dan saya tidak menyesal telah mengambil bunga ini sebagai pilihan saya," lanjut Plato mantap. Wajah sang Guru membinar. "Kini, kau telah mengerti, Anakku. Itulah hakikat perkawinan," katanya tersenyum. Dan Plato mengangguk riang.

***

Saya tak yakin cerita itu otentik. Kuat dugaan itu rekaan orang belaka, dan nama besar Plato hanya dipinjam sebagai tokoh perumpamaan. Mungkin untuk menambah efek "bijak". Judulnya pun barangkali lebih tepat: Cinta dan Perkawinan menurut guru Plato, karena ternyata sang guru yang lebih berpendapat. Tetapi bahkan dari jalan cerita, kita mengetahui bahwa tidak begitu tepat menjadikan tema perbandingan Cinta dan Perkawinan sebagai judul karena dua entitas tersebut sama sekali tak diperbandingkan secara utuh menurut pengertian awam kita. Meskipun begitu, pesannya sangatlah jelas: jangan mencari kesempurnaan dalam cinta!

Pikiran serakah kita selalu menginginkan kesempurnaan dalam berbagai hal, termasuk pasangan hidup. Seorang lelaki normal akan mendambakan wanita yang cantik, baik, kaya, atau apa pun sesuai dengan keinginannya, untuk menjadi istri. Begitupun sebaliknya. Itu manusiawi saja. Tetapi, yang harus disadari adalah ternyata ukuran kesempurnaan itu sangatlah tak berbatas, karena selalu saja ada yang nampak lebih cantik --lebih indah, dari apa yang ada di depan mata. Dan celakanya, di sisi lain, kesempatan untuk mencari dan menyeleksi ternyata sangatlah sempit, sangatlah terbatas. Parahnya lagi, dia bagai jalan lurus yang tak pernah kita bisa berbalik, karena demikianlah memang sang waktu berlaku. Sebuah kesempatan tak pernah datang dua kali, kata orang. Dan itu kerap kali terbukti. Salah-salah, jika kita terlalu mendamba kesempurnaan, alih-alih mendapat yang paling, bisa-bisa malah tak mendapat apa-apa, seperti yang dialami Plato pada kesempatan pertama.

Jadi, ada saat kita harus memutuskan untuk memilih. Saat itu harus tepat, karena terlalu tergesa pun tak baik. Kita pun mesti memiliki cukup waktu untuk menimbang-nimbang -- dan pesan Plato (atau siapapun yang mengarang cerita itu), mikirnya jangan terlalu lama. Karena bisa kebablasan, dalam arti momennya habis. Kapankah saat tepat itu? Kita sendiri yang tahu. Kita sendiri yang menentukan.

Plato memutuskan mengambil satu bunga, manakala melihat ada yang dia anggap cukup mewakili seleranya. Dia tidak ingin mencari yang paling, karena dia pikir itu sia-sia. Dan dia tidak menyesal. Kamu?

Senin, Oktober 24, 2005

Cinta Pabaliut

...kuring bogoh ka embe,
embe bogoh ka kuring...
(Doel Sumbang/Barakatak, Pabaliut)

URUSAN cinta memang ruwet. Polanya tak mudah ditebak. Ada yang lancar-lancar saja, tak banyak tentangan. Ada pula yang teramat sulit, hingga susah sekali untuk bertemu sang pasangan jiwa. Sebagian lain, ada di antara keduanya. Orang bilang itu takdir.

Doel Sumbang pernah juga bikin sebuah lagu sunda yang kocak tentang kisah cinta yang ruwet. Judulnya Cinta Pabaliut. Dia bercerita tentang sekumpulan orang yang cintanya tak saling bersambut, tapi sambung-menyambung membentuk cinta segi banyak. Ada seorang gadis A mencintai pemuda B. Tapi sayang sang pemuda B lebih terarik ke gadis C. Sang C sendiri lebih memilih lelaki D. Namun si D ternyata tergila-gila oleh E. Begitu seterusnya, sampai pada ujung cerita ketika cinta segi banyak tersebut nyambung pada gadis X yang mencintai si Aku (yang nyanyi). Sayang, si Aku terlanjur jatuh cinta sama kambingnya, yang kali ini gayung bersambut, karena sang kambing juga ternyata mencintai si Aku.

Begitulah. Urusan cinta memang bisa jadi pabaliut tak keruan. Tapi juga bisa jadi amat kocak. Ha ha...