Selasa, Desember 26, 2006

Krisis Chelsea

MUSIM ini Chelsea tampil mengecewakan. Tak seperti dua musim sebelumnya yang tampil amat perkasa, khususnya di EPL, musim ini The Blues mesti berjalan tertatih-tatih. Meski masih bertengger di urutan kedua klasemen sementara dengan selisih 1 poin (setelah ditahan imbang Reading tadi malam, dengan selisih satu pertandingan dengan MU), permainan Chelsea jauh dari memuaskan. Kemenangan-kemenangan yang diraih pun jarang yang telak. Beberapa malah berbau keberuntungan, seperti ketika mengalahkan Wigan dan Everton minggu kemarin. Ketika melawan Arsenal dan MU pun mestinya mereka kalah. Mereka hanya diselamatkan oleh dewa keberuntungan di menit-menit akhir. Entah apa yang terjadi. Mourinho seperti telah kehilangan sihirnya.

Sebaliknya MU justru tampil cukup perkasa. Meski musim ini mereka tak banyak belanja pemain, setelah ditinggal Van Nielstelroy ke Madrid, di luar dugaan mereka bermain cukup stabil. Nampaknya Alex Ferguson sudah kembali menemukan jati dirinya, setelah dua tahun bertutut-turut dipecundangi Morinho. Beruntung Arsenal dan Liverpool (dua klub lain yang dianggap setara dengan MU dan Chelsea), juga tampil tak terlalu baik. Keduanya malah sempat terseok-seok di papan tengah, meski kini perlahan-lahan naik ke urutan 3 dan 4.

Di awal musim, optimisme memang sempat menggaung di Stamford Bridge. Maklum, mereka sukses menggaet dua bintang: Ballack yang dicuri dari Muenchen dan Sheva dari Milan --sebuah pembelian yang agak mengherankan, sebenarnya, karena jauh dari kebiasaan Mourinho yang kurang suka dengan pemain bintang. Tetapi Sheva tampil tak seperti yang diharapkan. Mencetak gol di awal-awal, selanjutnya mandul. Mungkin dia terbebani dengan ekspektasi yang terlalu tinggi terhadapnya --setinggi biaya yang dikeluarkan Abramovich untuk menggaetnya, sementara gaya permainan Inggris jauh berbeda dengan Italia. Mourinho pun kecewa, meski masih berbaik hati dengan masih sering menampilkannya sebagai starter.

Ballack pun ternyata tak terlalu istimewa. Meski tampil lebih baik dari Sheva, tetapi mestinya ia dapat berbuat lebih dari itu. Banyak yang berpendapat ini disebabkan kharakternya hampir sama dengan Frank Lampard, sehingga seakan-akan terdapat dualisme kepemimpinan di lapangan tengah. Mungkin tadinya Mourinho ingin lapangan tengahnya lebih dahsyat dengan adanya kapten Timnas Jerman ini. Tapi jadinya ia kerap melupakan peran sayap, terutama kiri, yang sempat jadi kekuatan utama Chelsea, dengan memiliki Robben, Joe Cole dan Duff yang lantas dijual ke Newcastle.

Lampard pun tak seeksplosif dua musim lalu. Mungkin akibat tumpang tindih peran antara dia dengan Ballack: ia kini tak sebebas dulu berkreasi. Masih untung Drogba tampil cukup stabil. Entah apa jadinya Mourinho tanpa si hitam dari Pantai Gading ini. Dari keseluruhan memang hanya Drogba yang tampil stabil dan selalu ngotot. Gol-golnya selalu menjadi penyelamat, di kala teman-temannya tak kunjung beruntung. Michael Essien juga menjadi pemain yang cukup menonjol musim ini. Ketenangannya dalam menghadapi krisis kerap tampil menjadi penyelamat, seperti ketika dia mencetak gol sensasional ke Arsenal tiga minggu lalu.

Di gawang, musim ini memang paling sial buat Chelsea. Dua kiper utamanya cedera parah secara bersamaan, sehingga mereka mesti berjalan dengan kiper ketiga. Masih untung Hilario tampil tak begitu mengecewakan. Namun tetap saja, Carvalho dan Terry akan lebih tenang bila di belakangnya berdiri seorang Peter Checzh. Dibelinya Ashley Cole dari Arsenal juga cukup memberi warna. Sayang, keputusan itu harus dibayar mahal dengan hilangnya Gallas, bek yang bisa main baik di segala posisi, dan tidak berkembangnya Wayne Bridge karena kerap tak diberi kesempatan.

Tapi mungkin masalah utama The Blues musim ini adalah masalah mental. Mereka mengalami krisis kepercayaan diri. Pernyataan Mourinho tentang para pemain yang termasuk the untouchables malah menunjukkan musim ini si mulut besar memang tak terlalu PD. Dia seakan-akan lebih bergantung pada orang, dan bukan pola permainan yang dikembangkan. Ketidak PD-an sang manajer ini nampaknya menjalar ke lapangan. Para pemain kerap tampil grogi ketika diserang lawan dan gampang putus asa ketika gol tak kunjung tiba. Pada sejumlah permainan terakhir nampak jelas bahwa para pemain sangat sulit untuk mencetak gol (hingga menunggu beberapa keberuntungan) dan mudah sekali kebobolan (ini terutama setelah Terry cedera dan Mourinho memaksakan Bohlarouz). Masalah krisis ini yang harus segera diatasi oleh Mourinho.

Akankah musim ini Chelsea harus melepas gelar? Belum tentu memang. Liga masih panjang. Kita tunggu saja apakah Mourinho bisa membalik keadaan atau tidak.

Yang jelas, EPL memang liga paling menarik saat ini.

Tidak ada komentar: