Kamis, Juli 27, 2006

Jadi Karyawan, Bisa Kaya?

SIAPA tak ingin kaya? Semua orang normal pasti punya impian hidup seperti itu. Jangan salah, impian itu tidak hanya dimiliki oleh orang-orang yang berpandangan sedikit matre (materialistis), tetapi bahkan juga dianjurkan oleh kalangan religius. Seorang teman saya yang shalat dan puasanya tak pernah bocor bahkan sering mengutip saran dari Anis Matta, tokoh PKS itu, yang konon pernah berkata, "Tak ada jalan lain, hidup itu harus kaya!" Sebuah anjuran yang logis, bukankah kefakiran memang mendekatkan kekufuran?

Masalahnya, tidak mudah menjadi kaya. Bahkan terlalu sulit bagi kebanyakan orang (ini tentu saja dalam konteks memupuk kekayaan dengan cara yang wajar, bukan dengan cara-cara yang culas seperti korupsi, alasan-alasan keberuntungan seperti menang lotere atau warisan, atau bahkan yang berhubungan dengan hal-hal berbau mistik). Bila kita percaya pada Robert Kiyosaki, maka untuk menjadi kaya hanya ada dua pilihan: menjadi pengusaha atau menjadi investor. Sayangnya, kita tahu tidak banyak orang di negeri ini yang berbakat dan memiliki mental yang cukup untuk membuka usaha sendiri seperti itu (yang bisa begitu mungkin hanya sodara-sodara kita dari etnis Tionghoa). Juga hanya beberapa gelintir saja yang memiliki modal berlebih yang bisa -–dan mau-– diinvestasikan (kalau yang ini biasanya mereka yang memiliki ortu kaya atau baru dapet warisan). Sisanya: seperti kita, menggantungkan hidup sebagai employee: menjadi buruh atau karyawan, dengan penghasilan yang terbatas dan terprediksi. Dus, susah menjadi kaya.

Tetapi persoalannya ternyata tidak sampai di situ. Hasrat untuk hidup lebih baik toh dari mereka tidak lantas surut. Bahkan terus menggelitik, menimbulkan penasaran: benarkah tidak ada jalan lain? masih bisakah orang yang memutuskan menjadi karyawan seperti kita menjadi kaya?

Bisa, kata Safir Senduk, si Perencana Keuangan terkenal itu, dalam bukunya "Siapa Bilang Jadi Karyawan Nggak Bisa Kaya?" (Elex Media Komputindo, 2006; 121 hal). Jadi jangan dulu telan mentah-mentah dalil Kiyosaki yang memvonis bahwa hanya pengusaha atau pemodal-lah yang bisa kaya, karena kita, para karyawan pun ternyata bisa juga tidak hanya bermimpi untuk itu. Buktinya bisa dicari sendiri di sekitar kita. Pasti ada teman karyawan yang hidupnya tidak kekurangan, bahkan berlebih-lebihan. Bagaimana bisa? Tentu saja, karena si karyawan telah melakukan langkah-langkah tertentu yang bisa membuat dia seperti itu. Dan Safir kini membantu kita mengetahui caranya.

Apakah itu? Eit, jangan terburu-buru dulu, kata Safir. Untuk dapat menjadi kaya kita harus bisa mengerti dulu konsep apa itu Kaya, dan apa bedanya dengan Berpenghasilan Tinggi, karena ternyata kedua mahluk itu tidak sama. Penghasilan Tinggi merujuk pada seberapa besar uang yang masuk ke kantong kita setiap satuan waktu tertentu, misalnya satu bulan atau satu tahun. Sedangkan Kaya menunjukkan lebih pada seberapa banyak asset yang dimiliki. Seorang yang berpenghasilan tinggi belum tentu bisa kaya. Itu tergantung pada seberapa besar ia bisa menyisihkan, menyimpan dan menumpuk asset dari penghasilan yang dia dapatkan. Juga sebaliknya, untuk bisa kaya kita tidak selalu harus berpenghasilan tinggi, yang berarti karyawan pas-pasan seperti kita pun, bisa melakukannya.

Apa yang mesti dilakukan? pertama-tama ada tiga hal yang harus difahami oleh kita sebagai karyawan berkaitan dengan gaji dan kekayaan, yaitu:

Pertama, berapa pun gaji yang diberikan perusahaan kepada kita, tidak menjamin kita dapat menumpuk kekayaan. Bila kita berfikir bahwa kalau gaji kita naik 100 - 200% otomatis bisa membuat kita bisa kaya, itu salah besar, kata Safir. Karena semuanya akan bergantung pada bagaimana pengelolaan kita terhadapnya. Bila cara mengelolanya tidak benar, teuteeeup saja akan terasa kurang. Buktikan saja.

Kedua, jangan selalu menjadikan kondisi kita di rumah – entah banyaknya tanggungan, utang atau gaya hidup boros – sebagai alasan untuk selalu minta naik gaji. Percayalah, kata Safir, perusahaan pasti telah memiliki itung-tungan sendiri tentang seberapa besar kita layak dibayar. Perusahaan, lanjutnya, hanya berkewajiban membayar sesuai dengan job description kita, dan bukan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di rumah kita. Jadi bila kita merasa gaji selalu kurang untuk membiayai keperluan keluarga yang banyak, jangan salahkan perusahaan. Karena toh dulu, ketika memutuskan untuk menambah anak, kita tidak meminta izin dulu pada perusahaan?

Ketiga, menjadi kaya bergantung 100% pada pada yang kita lakukan terhadap keuangan kita, tidak selalu pada apa yang diberikan perusahaan pada kita. Urusan menjadi kaya atau tidak, itu merupakan tanggungjawab sendiri-sendiri, bukan urusan perusahaan. Memang enak bila perusahaan bisa memberikan banyak hal kepada kita, tetapi untuk menjadi kaya, jelas Safir, semuanya bergantung pada apa yang kita lakukan terhadap penghasilan dan fasilitas yang didapatkan tersebut.

Lalu bagaimana cara untuk menjadi kaya? Kuncinya sebenarnya terletak pada bagaimana kita bisa menyisihkan sebagian dari penghasilan kita dalam sebulannya untuk diputar sedemikian rupa sehingga nantinya bisa menjadi asset dan membantu kita menjadi kaya. Masalahnya, untuk membiasakan diri bisa menyisihkan pendapatan perbulan tersebut sangatlah susah, apalagi untuk kita yang bergaji pas-pasan. Tapi tenang, Safir ternyata punya triknya:

Pertama, cobalah untuk menabung dimuka, jangan dibelakang. Karena bila kita tidak mendisiplinkan hal tersebut, dijamin penghasilan kita tidak akan pernah bersisa.

Kedua, dengan minta tolong kantor untuk memotongkan gaji kita, sehingga kita tidak punya pilihan lain selain mengoptimalkan jumlah yang kita terima.

Cara ketiga juga bisa dilakukan yaitu menggunakan sistem celengan. Tentu dengan modifikasi-modifikasi tertentu, seperti: setiap kita memegang uang 20 ribuan, maka wajib disimpan dan tidak boleh dibelanjakan, dsb.

Nah bila sudah dapat menguasai trik menyisihkan uang tadi, maka kata Safir ada 5 kiat yang bisa kita lakukan, yaitu:

Kiat Pertama, beli dan miliki sebanyak mungkin harta produktif, yaitu harta yang bisa memberikan kita penghasilan. Ada 4 macam harta produktif, yaitu: Produk investasi seperti deposito atau reksadana, bisnis yaitu usaha yang dilakukan untuk mendapatkan penghasilan, harta yang disewakan seperti: rental mobil, ojek motor, rental computer dsb, serta yang terakhir adalah barang ciptaan, yaitu yang menghasilkan penghasilan terus menerus berupa royalty bagi penciptanya.

Saran safir, segera setelah mendapatkan gaji, prioritasikan untuk memiliki pos-pos harta produktif, sebelum kita membayar pengeluaran kita yang lain.

Kiat kedua, atur pengeluaran kita. Usahakan --kalau perlu dengan usaha yang sedikit lebih keras, kata Safir-- agar kita tidak defisit setiap bulannya, karena hal itu adalah sumber semua masalah besar yang mungkin muncul di masa yang akan datang.

Ada tiga cara yang bisa diambil untuk menekan pengeluaran, yaitu:

pertama dengan membedakan antara kebutuhan dan keinginan, karena apa yang diinginkan tidak selalu kita butuhkan. Lakukan pengeluaran hanya untuk sesuatu yang dibutuhkan terlebih dahulu.

Cara Kedua adalah dengan melakukan prioritasiasi. Bagi jenis pengeluaran kita menjadi 3 macam pengeluaran, yaitu: untuk biaya hidup, untuk cicilan utang dan untuk premi asuransi. Saran Safir: prioritaskan pengeluaran pertama untuk cicilan utang, selanjutnya premi asuransi, baru untuk kebutuhan hidup.

Cara ketiga adalah dengan selalu menggunakan cara yang paling akan membuat kita lebih hemat dalam mengeluarkan uang untuk setiap pos pengeluaran.

Kiat Ketiga, hati-hati dengan utang. Ini tidak berarti kita tidak boleh berhutang. Hanya saja kita mesti memililh-milih kapan waktu yang tepat kita harus berhutang atau tidak.

Lalu kapan boleh berutang? Safir mengatakan kita boleh berhutang hanya --dan hanya-- ketika utang itu akan digunakan untuk sesuatu yang produktif, seperti untuk membuka usaha dsb. Atau ketika utang itu akan dibelikan untuk barang yang nilainya hampir pasti akan naik seperti tanah. Atau ketika kita tidak memiliki cukup uang tunai untuk memberi barang-barang yang sangat kita butuhkan, meski nilainya akan menurun

Sebaliknya, kita sebaiknya tidak berutang ketika barang yang kita beli nilainya menurun dan kita memiliki uang untuk membelinya dengan tunai.

Kiat keempat, sisihkan untuk pos-pos pengeluaran di masa yang akan datang. Ada 5 macam pos pengeluaran masa datang yang bisanya paling sering dibutuhkan, yaitu: Pendidikan anak, Pensiun, Properti dan kepemilikan lain, Bisnis serta Liburan dan perjalanan ibadah. Sisihkan dari sekarang untuk hal-hal tersebut dari setiap gaji dan bonus yang diperoleh, sehingga kita tidak akan merasa kaget ketika kita membutuhkannnya kelak.

Kiat kelima, miliki proteksi. Artinya kita mempersiapkan perlindungan terhadap kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa terjadi pada kita, seperti kecelakaan, kehilangan atau bahkan kematian. Ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk memproteksi akibat resiko: yaitu dengan memiliki asuransi, baik itu asuransi jiwa, asuransi kesehatan atau asuransi kerugian, memiliki dana cadangan sebagai proteksi jangka pendek serta dengan memiliki sumber penghasilan lain diluar gaji yang bisa didapat secara terus-menerus senagai proteksi jangka panjang.

Dengan lima kiat tersebut, kata Safir, sudah cukup untuk membantu kita menjadi kaya. Yang penting adalah kedisiplinan kita dalam melaksanakannya, karena meski terlihat mudah, dalam prakteknya itu sangat sulit.

Tentu saja --pesan temen yang rajin shalat dan puasa tadi-- dengan tidak lupa berdoa...

1 komentar:

agussyafii mengatakan...

kayaknya saya percaya deh karyawan bisa kaya...