Senin, Januari 15, 2007

Sakit? Ke Dukun Aja

SEORANG teman dirundung musibah. Putri pertamanya yang belum genap dua bulan harus terbaring di rumah sakit. Menurut dokter ususnya bocor sehingga bayi mungil itu mesti dioperasi.

Tentu saja ia sedih dan cemas. Ketika saya temui malam itu, ia dan istrinya juga berceritera tentang mahalnya biaya yang harus ia keluarkan.

"Bayangkan, saya harus mengeluarkan enam puluh ribu setiap kali anak saya BAB untuk membeli plastik khusus," katanya.

Dia juga harus membayar puluhan ribu rupiah tiap kali dokter datang.

"Padahal dia cuma nanya-nanya doang, eh... harus bayar juga," keluhnya. Belum lagi biaya beli obat, sewa ruangan dll. Pendeknya: bikin membuatnya tambah kalut.

Negeri ini memang nampak aneh dan tidak manusiawi dalam hal ini. Rakyat-rakyatnya yang tengah menderita karena sakit, malah dibebani pula dengan biaya pengobatan yang mencekik leher. Konon pernah ada anekdot tentang si Cepot yang marah-marah pada dokter gigi yang menyuntiknya.

"Yang bener aja luh," begitu kira-kira si Cepot meradang. "Lu kan tau gua lagi sakit. Barusan elu nyuntik gua, juga sakit. Eeeh... lu malah minta bayaran lagi!" omelnya lagi sambil ngaleos pergi. Si dokter cuma bengong.

Meski cuma anekdot, tapi apa yang dikatakan si Cepot tadi sebenarnya logis. Seseorang yang sedang dirundung musibah seperti sakit semestinya dibantu, bukan dieksploitasi. Barangkali salah satu kesalahan fundamental para perumus perekonomian negeri ini dulu adalah membiarkan kesehatan, dan juga pendidikan, masuk dalam mekanisme pasar.

Kedua sektor yang berkaitan erat dengan kualitas SDM ini tumbuh menjadi ladang bisnis yang menguntungkan bagi sebagian kecil rakyatnya, tetapi menjadi sumber penghisap bagi sebagian besar yang lain. Pemerintah malah memilih untuk mensubsidi BBM, sesuatu yang berhubungan erat dengan konsumsi.

Dalam jangka pendek, sepertinya keputusan itu benar: bukankah makan memang lebih pokok daripada pendidikan atau kesehatan? Tetapi dalam jangka panjang itu sungguh tidak membangun.

Coba bandingkan. Di Thailand, konon (menurut Pak Cit, seorang guide lokal, ketika saya berkunjung ke negeri itu tahun lalu) biaya pengobatan setiap penyakit, apa pun itu dan berapa lama pun itu, biayanya hanya 30 Baht atau sekitar Rp. 7.500,-.

Pendidikan dari SD sampai SMA gratis. Pemerintahnya lebih memilih BBM yang dilepas ke mekanisme pasar dibandingkan dua sektor vital itu. Dan ini menurut saya adalah sebuah kebijakan yang visioner. Bisa dibayangkan generasi yang terbentuk dalam jangka panjang dari kebijakan itu: generasi yang terpelajar, sehat dan efisien. Tidak heran produktivitas SDM-nya sungguh mengagumkan. Dan hal ini berbanding terbalik dengan generasi kita yang terkenal royal, konsumtif tetapi berotak dodol dan kelemar-kelemer.

Negara-negara maju memang juga melepas kedua sektor itu ke dalam mekanisme pasar. Tetapi rakyatnya sudah sangat terpelajar dan cerdas. Apalagi dengan pendapatan per kapita yang jauh lebih tinggi. Besarnya biaya diantisipasi dengan budaya asuransi. Ketika Habibie ditanya kenapa memilih berobat di Jerman dibanding di Indonesia, dia berkata: "Saya berobat di Jerman bukan karena punya banyak uang, tetapi karena di sana saya bisa berobat gratis. Sejak dulu saya bayar asuransi."

Di kita, budaya asuransi baru menyentuh sebagian kecil masyarakat. Itu pun kebanyakan karena dibayarkan perusahaan. Kesadaran untuk merencanakan keuangan untuk kebutuhan insidentil dan masa depan pada masyarakat kita masih rendah. Kampanye tentang pentingnya asuransi oleh pemerintah.juga tidak terdengar. Dus, apa yang kita lakukan adalah setengah-setengah. Tidak kemana-mana.

Jadi jangan heran bila mucul kasus-kasus dimana seseorang ditolak berobat ke rumah sakit karena tak punya biaya, atau pasien-pasien gawat darusat yang tidak segera dilayani karena belum jelas penanggungjawabnya seperti yang ada dalam lagu Iwan Fals. "Modar aku, modar aku!" katanya.

Yang cukup menarik adalah gejala yang muncul kemudian. Yaitu maraknya bisnis-bisnis pengobatan alternatif, dengan embel-embel lebih murah dan cepat. Bentuknya pun macam-macam. Dari yang menggunakan ramu-ramuan, pijat memijat, macam-macam tenaga dalam, sampai yang berupa doa-doa dan ritual.

Dalam beberapa hal, ini cukup membantu masyarakat. Paling tidak menyediakan pilihan tempat berobat yang lebih terjangkau. Apalagi pada beberapa kasus, efektivitasnya juga cukup teruji. Dalam acara-acara pengobatan tradisonal di televisi, saya selalu melihat testimoni-testimoni dari para mantan pasiennya yang sembuh. Meski tentu saja masyarakat juga harus pandai milih-milih, karena banyak pula yang menipu.

Namun tentu saja hal ini bukan merupakan solusi permanen. Pemerintah tetap harus memikirkan agar masalah pelayanan kesehatan ini menjadi lebih terjangkau. Karena hal ini merupakan hak seluruh warga negara, baik yang kaya maupun yang bukan.

Trus... kalo menghilangkan jerawat kemana ya?

Eh...

Selasa, Desember 26, 2006

Krisis Chelsea

MUSIM ini Chelsea tampil mengecewakan. Tak seperti dua musim sebelumnya yang tampil amat perkasa, khususnya di EPL, musim ini The Blues mesti berjalan tertatih-tatih. Meski masih bertengger di urutan kedua klasemen sementara dengan selisih 1 poin (setelah ditahan imbang Reading tadi malam, dengan selisih satu pertandingan dengan MU), permainan Chelsea jauh dari memuaskan. Kemenangan-kemenangan yang diraih pun jarang yang telak. Beberapa malah berbau keberuntungan, seperti ketika mengalahkan Wigan dan Everton minggu kemarin. Ketika melawan Arsenal dan MU pun mestinya mereka kalah. Mereka hanya diselamatkan oleh dewa keberuntungan di menit-menit akhir. Entah apa yang terjadi. Mourinho seperti telah kehilangan sihirnya.

Sebaliknya MU justru tampil cukup perkasa. Meski musim ini mereka tak banyak belanja pemain, setelah ditinggal Van Nielstelroy ke Madrid, di luar dugaan mereka bermain cukup stabil. Nampaknya Alex Ferguson sudah kembali menemukan jati dirinya, setelah dua tahun bertutut-turut dipecundangi Morinho. Beruntung Arsenal dan Liverpool (dua klub lain yang dianggap setara dengan MU dan Chelsea), juga tampil tak terlalu baik. Keduanya malah sempat terseok-seok di papan tengah, meski kini perlahan-lahan naik ke urutan 3 dan 4.

Di awal musim, optimisme memang sempat menggaung di Stamford Bridge. Maklum, mereka sukses menggaet dua bintang: Ballack yang dicuri dari Muenchen dan Sheva dari Milan --sebuah pembelian yang agak mengherankan, sebenarnya, karena jauh dari kebiasaan Mourinho yang kurang suka dengan pemain bintang. Tetapi Sheva tampil tak seperti yang diharapkan. Mencetak gol di awal-awal, selanjutnya mandul. Mungkin dia terbebani dengan ekspektasi yang terlalu tinggi terhadapnya --setinggi biaya yang dikeluarkan Abramovich untuk menggaetnya, sementara gaya permainan Inggris jauh berbeda dengan Italia. Mourinho pun kecewa, meski masih berbaik hati dengan masih sering menampilkannya sebagai starter.

Ballack pun ternyata tak terlalu istimewa. Meski tampil lebih baik dari Sheva, tetapi mestinya ia dapat berbuat lebih dari itu. Banyak yang berpendapat ini disebabkan kharakternya hampir sama dengan Frank Lampard, sehingga seakan-akan terdapat dualisme kepemimpinan di lapangan tengah. Mungkin tadinya Mourinho ingin lapangan tengahnya lebih dahsyat dengan adanya kapten Timnas Jerman ini. Tapi jadinya ia kerap melupakan peran sayap, terutama kiri, yang sempat jadi kekuatan utama Chelsea, dengan memiliki Robben, Joe Cole dan Duff yang lantas dijual ke Newcastle.

Lampard pun tak seeksplosif dua musim lalu. Mungkin akibat tumpang tindih peran antara dia dengan Ballack: ia kini tak sebebas dulu berkreasi. Masih untung Drogba tampil cukup stabil. Entah apa jadinya Mourinho tanpa si hitam dari Pantai Gading ini. Dari keseluruhan memang hanya Drogba yang tampil stabil dan selalu ngotot. Gol-golnya selalu menjadi penyelamat, di kala teman-temannya tak kunjung beruntung. Michael Essien juga menjadi pemain yang cukup menonjol musim ini. Ketenangannya dalam menghadapi krisis kerap tampil menjadi penyelamat, seperti ketika dia mencetak gol sensasional ke Arsenal tiga minggu lalu.

Di gawang, musim ini memang paling sial buat Chelsea. Dua kiper utamanya cedera parah secara bersamaan, sehingga mereka mesti berjalan dengan kiper ketiga. Masih untung Hilario tampil tak begitu mengecewakan. Namun tetap saja, Carvalho dan Terry akan lebih tenang bila di belakangnya berdiri seorang Peter Checzh. Dibelinya Ashley Cole dari Arsenal juga cukup memberi warna. Sayang, keputusan itu harus dibayar mahal dengan hilangnya Gallas, bek yang bisa main baik di segala posisi, dan tidak berkembangnya Wayne Bridge karena kerap tak diberi kesempatan.

Tapi mungkin masalah utama The Blues musim ini adalah masalah mental. Mereka mengalami krisis kepercayaan diri. Pernyataan Mourinho tentang para pemain yang termasuk the untouchables malah menunjukkan musim ini si mulut besar memang tak terlalu PD. Dia seakan-akan lebih bergantung pada orang, dan bukan pola permainan yang dikembangkan. Ketidak PD-an sang manajer ini nampaknya menjalar ke lapangan. Para pemain kerap tampil grogi ketika diserang lawan dan gampang putus asa ketika gol tak kunjung tiba. Pada sejumlah permainan terakhir nampak jelas bahwa para pemain sangat sulit untuk mencetak gol (hingga menunggu beberapa keberuntungan) dan mudah sekali kebobolan (ini terutama setelah Terry cedera dan Mourinho memaksakan Bohlarouz). Masalah krisis ini yang harus segera diatasi oleh Mourinho.

Akankah musim ini Chelsea harus melepas gelar? Belum tentu memang. Liga masih panjang. Kita tunggu saja apakah Mourinho bisa membalik keadaan atau tidak.

Yang jelas, EPL memang liga paling menarik saat ini.

Kamis, Juli 27, 2006

Jadi Karyawan, Bisa Kaya?

SIAPA tak ingin kaya? Semua orang normal pasti punya impian hidup seperti itu. Jangan salah, impian itu tidak hanya dimiliki oleh orang-orang yang berpandangan sedikit matre (materialistis), tetapi bahkan juga dianjurkan oleh kalangan religius. Seorang teman saya yang shalat dan puasanya tak pernah bocor bahkan sering mengutip saran dari Anis Matta, tokoh PKS itu, yang konon pernah berkata, "Tak ada jalan lain, hidup itu harus kaya!" Sebuah anjuran yang logis, bukankah kefakiran memang mendekatkan kekufuran?

Masalahnya, tidak mudah menjadi kaya. Bahkan terlalu sulit bagi kebanyakan orang (ini tentu saja dalam konteks memupuk kekayaan dengan cara yang wajar, bukan dengan cara-cara yang culas seperti korupsi, alasan-alasan keberuntungan seperti menang lotere atau warisan, atau bahkan yang berhubungan dengan hal-hal berbau mistik). Bila kita percaya pada Robert Kiyosaki, maka untuk menjadi kaya hanya ada dua pilihan: menjadi pengusaha atau menjadi investor. Sayangnya, kita tahu tidak banyak orang di negeri ini yang berbakat dan memiliki mental yang cukup untuk membuka usaha sendiri seperti itu (yang bisa begitu mungkin hanya sodara-sodara kita dari etnis Tionghoa). Juga hanya beberapa gelintir saja yang memiliki modal berlebih yang bisa -–dan mau-– diinvestasikan (kalau yang ini biasanya mereka yang memiliki ortu kaya atau baru dapet warisan). Sisanya: seperti kita, menggantungkan hidup sebagai employee: menjadi buruh atau karyawan, dengan penghasilan yang terbatas dan terprediksi. Dus, susah menjadi kaya.

Tetapi persoalannya ternyata tidak sampai di situ. Hasrat untuk hidup lebih baik toh dari mereka tidak lantas surut. Bahkan terus menggelitik, menimbulkan penasaran: benarkah tidak ada jalan lain? masih bisakah orang yang memutuskan menjadi karyawan seperti kita menjadi kaya?

Bisa, kata Safir Senduk, si Perencana Keuangan terkenal itu, dalam bukunya "Siapa Bilang Jadi Karyawan Nggak Bisa Kaya?" (Elex Media Komputindo, 2006; 121 hal). Jadi jangan dulu telan mentah-mentah dalil Kiyosaki yang memvonis bahwa hanya pengusaha atau pemodal-lah yang bisa kaya, karena kita, para karyawan pun ternyata bisa juga tidak hanya bermimpi untuk itu. Buktinya bisa dicari sendiri di sekitar kita. Pasti ada teman karyawan yang hidupnya tidak kekurangan, bahkan berlebih-lebihan. Bagaimana bisa? Tentu saja, karena si karyawan telah melakukan langkah-langkah tertentu yang bisa membuat dia seperti itu. Dan Safir kini membantu kita mengetahui caranya.

Apakah itu? Eit, jangan terburu-buru dulu, kata Safir. Untuk dapat menjadi kaya kita harus bisa mengerti dulu konsep apa itu Kaya, dan apa bedanya dengan Berpenghasilan Tinggi, karena ternyata kedua mahluk itu tidak sama. Penghasilan Tinggi merujuk pada seberapa besar uang yang masuk ke kantong kita setiap satuan waktu tertentu, misalnya satu bulan atau satu tahun. Sedangkan Kaya menunjukkan lebih pada seberapa banyak asset yang dimiliki. Seorang yang berpenghasilan tinggi belum tentu bisa kaya. Itu tergantung pada seberapa besar ia bisa menyisihkan, menyimpan dan menumpuk asset dari penghasilan yang dia dapatkan. Juga sebaliknya, untuk bisa kaya kita tidak selalu harus berpenghasilan tinggi, yang berarti karyawan pas-pasan seperti kita pun, bisa melakukannya.

Apa yang mesti dilakukan? pertama-tama ada tiga hal yang harus difahami oleh kita sebagai karyawan berkaitan dengan gaji dan kekayaan, yaitu:

Pertama, berapa pun gaji yang diberikan perusahaan kepada kita, tidak menjamin kita dapat menumpuk kekayaan. Bila kita berfikir bahwa kalau gaji kita naik 100 - 200% otomatis bisa membuat kita bisa kaya, itu salah besar, kata Safir. Karena semuanya akan bergantung pada bagaimana pengelolaan kita terhadapnya. Bila cara mengelolanya tidak benar, teuteeeup saja akan terasa kurang. Buktikan saja.

Kedua, jangan selalu menjadikan kondisi kita di rumah – entah banyaknya tanggungan, utang atau gaya hidup boros – sebagai alasan untuk selalu minta naik gaji. Percayalah, kata Safir, perusahaan pasti telah memiliki itung-tungan sendiri tentang seberapa besar kita layak dibayar. Perusahaan, lanjutnya, hanya berkewajiban membayar sesuai dengan job description kita, dan bukan disesuaikan dengan situasi dan kondisi di rumah kita. Jadi bila kita merasa gaji selalu kurang untuk membiayai keperluan keluarga yang banyak, jangan salahkan perusahaan. Karena toh dulu, ketika memutuskan untuk menambah anak, kita tidak meminta izin dulu pada perusahaan?

Ketiga, menjadi kaya bergantung 100% pada pada yang kita lakukan terhadap keuangan kita, tidak selalu pada apa yang diberikan perusahaan pada kita. Urusan menjadi kaya atau tidak, itu merupakan tanggungjawab sendiri-sendiri, bukan urusan perusahaan. Memang enak bila perusahaan bisa memberikan banyak hal kepada kita, tetapi untuk menjadi kaya, jelas Safir, semuanya bergantung pada apa yang kita lakukan terhadap penghasilan dan fasilitas yang didapatkan tersebut.

Lalu bagaimana cara untuk menjadi kaya? Kuncinya sebenarnya terletak pada bagaimana kita bisa menyisihkan sebagian dari penghasilan kita dalam sebulannya untuk diputar sedemikian rupa sehingga nantinya bisa menjadi asset dan membantu kita menjadi kaya. Masalahnya, untuk membiasakan diri bisa menyisihkan pendapatan perbulan tersebut sangatlah susah, apalagi untuk kita yang bergaji pas-pasan. Tapi tenang, Safir ternyata punya triknya:

Pertama, cobalah untuk menabung dimuka, jangan dibelakang. Karena bila kita tidak mendisiplinkan hal tersebut, dijamin penghasilan kita tidak akan pernah bersisa.

Kedua, dengan minta tolong kantor untuk memotongkan gaji kita, sehingga kita tidak punya pilihan lain selain mengoptimalkan jumlah yang kita terima.

Cara ketiga juga bisa dilakukan yaitu menggunakan sistem celengan. Tentu dengan modifikasi-modifikasi tertentu, seperti: setiap kita memegang uang 20 ribuan, maka wajib disimpan dan tidak boleh dibelanjakan, dsb.

Nah bila sudah dapat menguasai trik menyisihkan uang tadi, maka kata Safir ada 5 kiat yang bisa kita lakukan, yaitu:

Kiat Pertama, beli dan miliki sebanyak mungkin harta produktif, yaitu harta yang bisa memberikan kita penghasilan. Ada 4 macam harta produktif, yaitu: Produk investasi seperti deposito atau reksadana, bisnis yaitu usaha yang dilakukan untuk mendapatkan penghasilan, harta yang disewakan seperti: rental mobil, ojek motor, rental computer dsb, serta yang terakhir adalah barang ciptaan, yaitu yang menghasilkan penghasilan terus menerus berupa royalty bagi penciptanya.

Saran safir, segera setelah mendapatkan gaji, prioritasikan untuk memiliki pos-pos harta produktif, sebelum kita membayar pengeluaran kita yang lain.

Kiat kedua, atur pengeluaran kita. Usahakan --kalau perlu dengan usaha yang sedikit lebih keras, kata Safir-- agar kita tidak defisit setiap bulannya, karena hal itu adalah sumber semua masalah besar yang mungkin muncul di masa yang akan datang.

Ada tiga cara yang bisa diambil untuk menekan pengeluaran, yaitu:

pertama dengan membedakan antara kebutuhan dan keinginan, karena apa yang diinginkan tidak selalu kita butuhkan. Lakukan pengeluaran hanya untuk sesuatu yang dibutuhkan terlebih dahulu.

Cara Kedua adalah dengan melakukan prioritasiasi. Bagi jenis pengeluaran kita menjadi 3 macam pengeluaran, yaitu: untuk biaya hidup, untuk cicilan utang dan untuk premi asuransi. Saran Safir: prioritaskan pengeluaran pertama untuk cicilan utang, selanjutnya premi asuransi, baru untuk kebutuhan hidup.

Cara ketiga adalah dengan selalu menggunakan cara yang paling akan membuat kita lebih hemat dalam mengeluarkan uang untuk setiap pos pengeluaran.

Kiat Ketiga, hati-hati dengan utang. Ini tidak berarti kita tidak boleh berhutang. Hanya saja kita mesti memililh-milih kapan waktu yang tepat kita harus berhutang atau tidak.

Lalu kapan boleh berutang? Safir mengatakan kita boleh berhutang hanya --dan hanya-- ketika utang itu akan digunakan untuk sesuatu yang produktif, seperti untuk membuka usaha dsb. Atau ketika utang itu akan dibelikan untuk barang yang nilainya hampir pasti akan naik seperti tanah. Atau ketika kita tidak memiliki cukup uang tunai untuk memberi barang-barang yang sangat kita butuhkan, meski nilainya akan menurun

Sebaliknya, kita sebaiknya tidak berutang ketika barang yang kita beli nilainya menurun dan kita memiliki uang untuk membelinya dengan tunai.

Kiat keempat, sisihkan untuk pos-pos pengeluaran di masa yang akan datang. Ada 5 macam pos pengeluaran masa datang yang bisanya paling sering dibutuhkan, yaitu: Pendidikan anak, Pensiun, Properti dan kepemilikan lain, Bisnis serta Liburan dan perjalanan ibadah. Sisihkan dari sekarang untuk hal-hal tersebut dari setiap gaji dan bonus yang diperoleh, sehingga kita tidak akan merasa kaget ketika kita membutuhkannnya kelak.

Kiat kelima, miliki proteksi. Artinya kita mempersiapkan perlindungan terhadap kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa terjadi pada kita, seperti kecelakaan, kehilangan atau bahkan kematian. Ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk memproteksi akibat resiko: yaitu dengan memiliki asuransi, baik itu asuransi jiwa, asuransi kesehatan atau asuransi kerugian, memiliki dana cadangan sebagai proteksi jangka pendek serta dengan memiliki sumber penghasilan lain diluar gaji yang bisa didapat secara terus-menerus senagai proteksi jangka panjang.

Dengan lima kiat tersebut, kata Safir, sudah cukup untuk membantu kita menjadi kaya. Yang penting adalah kedisiplinan kita dalam melaksanakannya, karena meski terlihat mudah, dalam prakteknya itu sangat sulit.

Tentu saja --pesan temen yang rajin shalat dan puasa tadi-- dengan tidak lupa berdoa...

Selasa, Juli 11, 2006

Ke Gua Pawon



Photobucket - Video and Image Hosting

Photobucket - Video and Image Hosting

Photobucket - Video and Image Hosting

Photobucket - Video and Image Hosting

Photobucket - Video and Image Hosting

Siang tadi diajak Pak Adm untuk melihat bakal lokasi panjat tebing untuk Jamnas sekalian ke Gua Pawon, situs purbakala itu. Sempat pula berpose ria he he..

Sabtu, Juli 08, 2006

Is It You?



Photobucket - Video and Image Hosting

It Might Be You - Stephen Bishop

Time, I've been passing time watching trains go by
All of my life
Lying on the sand watching seabirds fly
Wishing there could be someone waiting home for me

Something's telling me it might be you
It's telling me it might be you
All of my life

Looking back as lovers go walking past
All of my life
Wondering how they met and what makes it last
If I found the place would I recognize the face

Something's telling me it might be you
It's telling me it might be you

So many quiet walks to take
So many dreams to wake
And there's so much love to make

I think we're gonna need some time
Maybe all we need is time
And it's telling me it might be you
All of my life

I've been saving love songs and lullabies
And there's so much more
No one's ever heard before

Something's telling me it might be you
Yeah, it's telling me it must be you
And I'm feeling it'll just be you
All of my life

It's you, it's you I've been waiting for all of my life
Maybe it's you
Maybe it's you
I've been waiting for all of my life


[ .... Is it you? ]