Jumat, September 02, 2005

Pattaya, I'am Coming [September (semoga) Ceria]

BILA tak ada aral melintang, besok hari saya akan terbang ke Thailand, guna mengikuti sebuah konfrensi pemuda tani se Asia Fasific, selama seminggu di Pattaya. Ini merupakan sebuah pengalaman baru bagiku: pergi ke luar negeri, sekaligus sebuah kado ulang tahun yang mengejutkan (Happy Bithday to me!), setelah minggu-minggu berat di bulan Agustus, yang sempat membuatku sesak nafas (semoga September lebih ceria! seperti yang dinyanyikan Vina).

Tentu saja banyak yang dipersiapkan. Dari administrasi keimigrasian, seperti membikin passport yang mengesalkan (beruntung saya mempunyai kenalan), administrasi kedinasan kantor yang bertele-tele (namun keluar juga), sampai dengan persiapan perlengkapan (beli travel bag, jas, dan perlengkapan lain). Pemberitahuan yang sangat mendadak (hanya 4 hari menjelang keberangkatan), tentu saja membuat repot. Saya, barangkali, hampir seperti wartawan dikejar deadline, atau sutradara dikejar tayang. Namun syukurlah, sampai sejauh ini semuanya masih lancar, kecuali fluktuasi dollar yang sedemikian cepat, menyebabkan sebagian uang lumpsumku tersedot ke biaya registrasi.

Namun yang menjadi beban fikiran saya saat ini adalah bahwa saya harus terbang menggunakan pesawat. Sesuatu yang membuatku ngeri. Ya, seperti Dennis Bergkamp dan Mr. T dalam The A Team, saya, sepertinya, takut terbang. Saya katakan sepertinya, karena saya sendiri sampai saat ini memang belum pernah naik pesawat. Saya hanya dapat membayangkan kengerian itu dengan membandingkan kengerian saya ketika naik roller coaster, atau air terjun niagara di Dufan. Apa lagi ini berjam-jam lamanya!. Beberapa orang teman memberi saran, bermacam-macam. Ada yang mengusulkan minum antimo sebanyak-banyaknya agar tidur secepatnya di pesawat. Ada yang menyarankan agar saya mabok dulu. "Biar gak takut", katanya. Ada juga yang menyarankan seperti yang dilakukan temen-teman Mr. T, memukulku sampai pingsan, baru diangkat ke pesawat. Sampai sekarang saya belum bisa memilih saran mana yang harus kuturuti.

Ada lagi yang harus difikirkan, yaitu pesanan oleh-oleh yang membludak,. Masalahnya adalah yang memesan ternyata tak membekaliku dengan ongkosnya, malah dengan disertai ancaman mengerikan: "Awas kalo pulang tak bawa oleh-oleh!". Ada yang menyarankan beli gantungan kunci saja yang murah. Atau ditambah kaos beberapa buah untuk orang-orang penting. Saya pikir nanti saja, melihat sikon. Sesial-sialnya saya beli saja Jambu Bangkok di pasar Kosambi untuk dibagikan, "Nih oleh-oleh dari Bangkok!"

Saya juga banyak dibekali dengan cerita-cerita ajaib tentang Thailand. Terutama tentang gadis-gadisnya, dan juga bencong-bencongnya, yang putih dan cantik-cantik. Konon disana ada pertunjukan mengubah linggis jadi pisau, atau demontrasi membuka tutup botol yang dilakukan oleh para gadis dengan cara yang lain (???). "Hati-hati jangan pulang bawa penyakit!", pesan seorang teman. Teman lain mengirim sms: "Bawa kondom yang banyak dan tebel-tebel, beli di Indonesia biar murah!".

Gila, emangnya gua cowok apa pun! He he

2 komentar:

dodY mengatakan...

heuehuee.... loe kan cowok gituan! aduuhh senangnya! kalo ke chiang mai atau luang phrabang aku ikut dunk :-)

admin mengatakan...

hehe,,kade ah,
teu kenging nyandak kondom nya;;)