Menulis bagi saya bukanlah perkara yang mudah. Bila seorang teman biasa menulis semudah dia berjalan --dengan kualitas selalu di atas rata-rata, saya kadang membutuhkan waktu berminggu-minggu guna mendapatkan ide dan energi untuk sebuah tulisan. Dan selama itu pula saya terjebak dalam gulana. Orang-orang yang mengenal saya dengan baik tentu akan faham betapa saya membenci pekerjaan ini.
Tapi apa boleh buat. Berkaca dari jejak yang ditinggalkan orang-orang besar, dimana menulis hampir merupakan suatu "kewajiban", saya pun harus belajar memulainya. Toh saya pun kerap menikmatinya.
Sesekali timbul pula keajaiban. Kata-kata menghampiri dengan tiba-tiba, meski hanya sepotong-sepotong. Itu terutama terjadi manakala elan romantik menyapa dalam kesendirian.
Barangkali memang begitu adanya. Saya hanya bisa menulis ketika gelisah.
Seperti juga Nietszche, saya hanya bisa menulis dengan darah!
Tapi apa boleh buat. Berkaca dari jejak yang ditinggalkan orang-orang besar, dimana menulis hampir merupakan suatu "kewajiban", saya pun harus belajar memulainya. Toh saya pun kerap menikmatinya.
Sesekali timbul pula keajaiban. Kata-kata menghampiri dengan tiba-tiba, meski hanya sepotong-sepotong. Itu terutama terjadi manakala elan romantik menyapa dalam kesendirian.
Barangkali memang begitu adanya. Saya hanya bisa menulis ketika gelisah.
Seperti juga Nietszche, saya hanya bisa menulis dengan darah!