SEBUAH batu meteor raksasa dengan bukti-bukti kehidupan extra-terresterial ditemukan NASA di Kutub Utara, tertimbun jauh di bawah lapisan es di kedalaman delapan ratus meter. Tentu saja ini sebuah berita besar yang akan sangat menggemparkan. Betapa tidak. Jika terbukti benar, penemuan ini jelas akan menjawab spekulasi yang berkembang lama tentang adanya kehidupan lain selain bumi. Selama ini, tak pernah ada bukti ilmiah yang meyakinkan dugaan tersebut yang menyebabkan banyak orang skeptis dan menganggap semuanya hanya omong kosong. Tidak sedikit memang pengakuan-pengakuan dari beberapa pribadi yang menyatakan pernah melihat bentuk kehidupan lain tersebut di bumi, seperi UFO, alien dll, tetapi tak ada satu pun bukti otentik yang menguatkannya. Kini bukti itu telah ditemukan. Tak diragukan lagi: ini adalah sebuah penemuan besar dalam sejarah manusia.
Yang lebih menghebohkan lagi adalah momentumnya. Batu meteor ditemukan NASA justru di tengah badai serangan hebat terhadapnya. Kegagalan NASA dalam membuktikan peran pentingnya dalam kehidupan masyarakat selama ini, yang padahal telah dibiayai begitu mahal oleh pemerintah Amerika Serikat, dijadikan isu panas kampanye seorang senator ambisius dalam upaya merebut kursi kepresidenan. Proyek NASA dianggap hanya menghambur-hamburkan uang dan nyaris tak penah ada penemuan penting yang dilakukan, di saat Amerika membutuhkan kualitas pendidikan yang lebih baik. Isu itu banyak menarik simpati masyarakat yang membuat sang senator berada di puncak popularitas sekaligus menekan posisi sang presiden pada titik nadir. Dan penemuan ini jelas akan membalikkan keadaan 180 derajat.
Tetapi Zachary Herney, sang presiden AS yang sedang terpojok itu, tidak mau tergesa-gesa. Benar, bahwa isu ini akan menguatkan kembali posisinya yang sedang terdesak hebat, bahkan akan membalikkan keadaan. Juga benar penemuan ini akan membahagiakan banyak orang yang berharap besar pada teknologi. Tetapi, sebagai seorang yang dikenal hati-hati dan penuh perhitungan dalam membuat segala keputusan, ia tak berani gegabah. Penemuan itu harus diverifikasi terlebih dahulu sebelum diumumkan ke publik. Maka diutuslah lima orang ke kutub utara. Empat orang dari kalangan ilmuwan terkemuka: Michael Tolland seorang ahli geologi kelautan muda yang simpatik dan populer, Corky Marlinson seorang pemenang penghargaan di bidang astrofisika, Dr. Wailee Ming ahli Paleaontologi UCLA dan Norah Mangor seorang pakar dalam persaljuan. Ditambah satu orang lagi dengan alasan khusus: Rachel Seton, putri sang Senator yang cantik dan tidak begitu akur dengan sang ayah, yang bekerja sebagai agen pemerintah di NRO (National Reconnaisance Office).
Singkat cerita, setelah melakukan serangkaian pengujian, kelima orang tersebut berhasil membuktikan bahwa penemuan itu memang otentik, dan layak untuk dipublikasikan. Maka acara konferensi pers besar-besaran pun dipersiapkan. Pengumuman akan dilakukan langsung oleh presiden dari Gedung Putih dan juga dilakukan telecoference dengan Administratur NASA, Lawrence Ekstrom, langsung dari sebuah habisphere di kutub utara.
Semua berjalan dengan baik, sampai pada beberapa saat sebelum pengumuman dilaksanakan. Sebuah keanehan kecil terlihat oleh Dr. Ming. Ketika ia berusaha menyelidikinya, ia malah tewas secara misterius. Keanehan juga dirasakan oleh empat yang lain, yang memaksa mereka untuk melakukan verifikasi berbahaya: menguji kerapatan salju dari luar habisphere. Ketika melakukan pengujian di tengah badai salju tersebut, mereka diserang oleh beberapa orang terlatih. Dr. Mangor terbunuh, tetapi tiga yang lain dapat menyelamatkan diri dengan dramatis.
Sementara itu, menjelang pengumuman, pertarungan politik antara presiden dan senator Sexton semakin panas. Intrik-intrik dilakukan oleh kedua belah pihak, terutama oleh tokoh kunci staf kampanye masing-masing: Gabriele Ashe dari pihak Sexton dan Majorie Tench dari pihak presiden Herney. Dalam sebuah debat di televisi, Tench berhasil membuat Sexton yang tak hati-hati terpancing. Situasi seakan memihak pada sang Senator, sampai pada saat pengumuman dilaksanakan.
Keadaan menjadi samakin seru ketika Rachel dan Tolland dalam pelariannya ternyata menemukan adanya unsur rekayasa dalam penemuan itu. Tetapi ketika mencoba menghubungi presiden untuk membatalkan pengumuman, mereka dijegal Tench. Upaya Rachel meminta bantuan Bill Packering, bossnya di NRO, malah membuat dirinya makin terancam.
Apa yang terjadi selanjutnya? Rekayasa macam apa yang dilakukan? Siapa yang berada di balik semua itu? Lebih baik anda membacanya sendiri. Ini adalah buku ke-empat (dan kedua yang saya baca) dari Dan Brown, setelah Angel and Demond (A&D), Digital Fortress (DF) dan tentu saja The Da Vinci Code (TDVC) yang menghebohkan itu. Konon di negara asalnya buku ini terbit pertama kali tahun 2001, namun baru sampai ke kita pada Oktober 2006. Jika sebelumnya daya tarik cerita adalah ramuan sejarah dan Iptek (A&D dan DF) serta teologi dan seni (TD VC), maka kali ini Brown mengangkat kemenarikan isu ET yang diramu dalam kelindan dimensi politik, yang dibumbui dengan pernak-pernik intelejen dan tetap dihiasi oleh rajutan Iptek yang rumit. Dan seperti ketiga buku sebelumnya, keunggulan Brown dalam buku terbarunya ini adalah riset yang mendalam tentang segala aspek yang diceritakan. Alur-alur cerita yang rumit dan di luar dugaan menjadi "logis" dengan dasar data-data riset tersebut. Jika dalam TDVC diembel-embeli dengan: segala deskripsi karya seni, arsitektur, dokumen dan ritus rahasia adalah akurat, maka di buku ini disebutkan: semua teknologi yang digambarkan benar-benar ada. Buku ini memang banyak juga menggambarkan bentuk-bentuk teknologi intelejen termutakhir.
Seperti TDVC, alur cerita Deception Point (DP) berjalan dengan sangat cepat, bahkan sedikit tergesa. Begitu banyak peristiwa yang terjadi dalam waktu hanya satu hari. Tokoh yang menjadi sentral pun tetap khas hollywood: seorang lelaki tampan dan simpatik yang sedang menjomblo dan seorang gadis cantik yang berbakat dan belum punya kekasih (dan di happy endingkan dengan keduanya jadian di akhir cerita). Kejutan-kejutan di sepanjang cerita (atau justru bukan, bagi yang sudah mengenal Brown?) juga akan tetap ditemui. Namun begitu ada satu yang membedakan ketika kita membaca DP dibanding TDVC: sensasinya. Sensasi yang anda rasakan ketika membaca TDVC tak akan anda dapatkan di DP. Kita memang terkejut, penasaran dan kadang terpukau, tetapi semuanya tak ada yang nyangkut lama di hati. Tak ada emosi yang benar-benar terlibat. Setelah selesai, semuanya terasa seperti biasa, seperti ketika anda usai menonton film James Bond atau Mission Impossible.
DP memang trhiller jenis itu, tak lebih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar